Kamis, 24 September 2009

Pelaporan Keuangan Departemen Agama

Pelaporan keuangan pemerintah khususnya dilingkungan Departemen Agama sampai saat ini belum mendapatkan opini dari BPK, karena lemahnya sistem pengendalian intern atas pencatatan dan pelaporan PNBP, penyaluran/pemberian belanja bantuan sosial pada satker vertikal, pencatatan dan pelaporan Kas di bendahara pengeluaran dan penerimaan, pencatatan dan pelaporan aset tetap.
Mengapa demikian ?


Sebagaimana kita ketahui, sistem pencatatan dan pelaporan keuangangan disusun secara berjenjang mulai dari unit akuntansi di tingkat satker, wilayah provinsi, eselon I sampai tingkat Departemen disusun melalui mekanisme rekonsiliasi dengan KPPN setempat untuk tingkat satker, dan wilayah provinsi serta Departemen Keuangan untuk tingkat Departemen, namun dalam pelaksanaannya, rekonsiliasi tersebut tidak dilaksanakan dengan tertib dan arsip data komputer (ADK) yang dikirim oleh satker kepada unit akuntansi diatasnya bukan ADK hasil rekonsiliasi terakhir dengan KPPN

Pengendalian intern atas pengelolaan PNBP masih lemah, yaitu : (1) proses pelaporan berjenjang tidak berjalan maksimal, dimana ditemukan realisasipendapatan yang telah dilaporkan di tingkat UAKPA belum dilaporkan di tingkat UAPA; (2) belum seluruh satker melakukan rekonsiliasi internal antara Unit Akuntansi Keuangan dan Unit Penerima Pendapatan, sehingga tidak ada proses validasi data sebelum dicatat ke dalam Sistem Akuntansi Keuangan; (3) tidak ada sistem dan prosedur untuk memastikan ketepatan klasifikasi Mata Anggaran Penerimaan (MAP) sehingga masih ditemukan kesalahan pengelompokan MAP; (4) tidak ada sistem dan prosedur yang memadai untuk memastikan seluruh nilai pendapatan yang disajikan telah didukung bukti yang valid; (5) adanya PNBP yang belum disetor ke kas negara; dan (6) adanya
PNBP yang digunakan secara langsung tanpa mekanisme APBN, terutama untuk satuan kerja Perguruan Tinggi.

Adanya kesalahan pengklasifikasian pembebanan anggaran yaitu (1) Anggaran Belanja Bantuan Sosial direalisasikan untuk instansi vertikal di bawah Departemen Agama; (2) Anggaran Belanja
Barang dan Belanja Modal direalisasikan untuk satker lain; (3) Anggaran Belanja Modal direalisasikan untuk Belanja Bantuan Sosial; (4) Anggaran Belanja Bantuan Sosial direalisasikan untuk Belanja Barang; (5) Anggaran Belanja Barang direalisasikan untuk Belanja Modal; dan (6) Anggaran Belanja Modal direalisasikan untuk Belanja Barang.

Pengendalian intern dalam pencatatan dan pelaporan Kas kurang memadai yaitu proses rekonsiliasi dan verifikasi atas transaksi kas tidak berjalan, pencatatan transaksi kas di
Buku Kas Umum (BKU) tidak tertib, cash opname tidak dilaksanakan serta pelaporan berjenjang tidak berjalan sehingga ditemukan perbedaan saldo antara saldo menurut UAKPA, UAPPAW, dan UAPA serta saldo Kas di Bendahara Pengeluaran disajikan negatif di laporan keuangan.

Adanya satker yang belum melakukan input hasil inventarisasi dan penilaian kembali ke dalam Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN).

Bagaimana mencapai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ?
1. Samakan presepsi dari KPA, Bagian Perencanaan,PPK, Bendahara dan penyusun laporan
2. Dukungan atas tersajinya pelaporan yang baik dan tepat waktu (Bukan tepat waktu walau belum baik)
3. Rekonsiliasi dan pengiriman laporan ke unit akuntansi di atasnya dilakukan dengan tertib
4. SDM setiap satker di tingkatkan kompetensinya melalui Diklat (Diklat khusus KPA dan PPK, Diklat administrasi keuangan, Diklat Aplikasi Sistem Akuntansi Keuangan dan Pelaporan Keuangan
5. Kontrol pimpinan secara terus menerus (pemberian hukuman dan penghargaan)

Jika ini dilakukan di setiap entitas keuangan, Insya Allah Departemen Agama akan meraih opini WTP walau satkernya sangat banyak. Amin.....

Tidak ada komentar: